Saturday 4 May 2013

Fatwa Fatwa Tentang Zakat part 2

~>APAKAH LEBIH BAIK MENGELUARKAN ZAKAT PERHIASAN

Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan ditanya : Apa hukum Islam tentang perhiasan yang digunakan wanita, apakah wajib dizakati ? Ataukah untuk kehati-hatian lebih baik menzakatinya .?

Jawaban
Mengenai masalah ini, sebagaimana yang telah Anda ketahui, adalah masalah khilafiyah, yakni ada perbedaan di antara ulama. Sebagian ulama mengatakan tidak ada kewajiban zakat pada perhiasan wanita yang diproyeksikan untuk digunakan, karena perhiasan itu termasuk dalam kategori pakaian yang dibutuhkan dan termasuk kebutuhan untuk dipakai, maka tidak ada zakat pada perhiasan wanita. Para ulama yang berpendapat seperti ini adalah : Imam Ahmad, Imam Asy-Syafi'i, Imam Malik, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dan Ibnu Al-Qayyim serta banyak ulama lainnya.

Sebagian ulama lainnya berpendapat bahwa diwajibkan zakat pada perhiasan wanita berdasarkan dalil-dalil yang mereka sebutkan dalam masalah ini, diantaranya adalah Madzhab Abu Hanifah serta beberapa ulama lainnya.

Yang jelas, barangsiapa yang ingin berhati-hati dan ingin berzakat dari perhiasannya maka hal itu adalah sesuatu yang baik. Dan mereka yang mengatakan, bahwa tidak ada zakat pada perhiasan wanita, mereka berdalih dengan hadits-hadits yang diperdebatkan.

BARU TAHU DIWAJIBKAN ZAKAT PADA PERHIASAN SEKARANG, BAGAIMANA DENGAN WAKTU YANG TELAH LALU

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Saya seorang wanita yang telah bersuami, umur saya telah mendekati empat puluh satu tahun. Sejak sekitar dua puluh empat tahun yang lalu saya mempunyai beberapa emas yang tidak diproyeksikan untuk perdagangan. melainkan untuk berhias dan terkadang saya menjualnya lalu hasilnya ditambah dengan dana lain untuk membeli barang yang lebih bagus dari itu. Sekarang saya masih memiliki sebagian dari perhiasan itu, dan saya telah mendengar diwajibkannya zakat pada emas yang diproyeksikan untuk perhiasan, saya mohon kiranya Anda berkenan menerangkan tentang hal ini pada saya. Jika zakat itu diwajibkan pada diri saya, maka bagaimana hukumnya dengan tahun-tahun lalu yang tidak saya keluarkan zakatnya, dan perlu diketahui bahwa saya tidak bisa memperkirakan emas yang saya miliki dalam beberapa thun itu ?

Jawaban
Wajib bagi Anda untuk mengeluarkan zakat sejak ketika Anda telah mengetahui bahwa zakat diwajibkan pada perhiasan. Adapun tahun-tahun yang telah berlalu yaitu tahun-tahun sebelum Anda mengetahui adanya kewajiban zakat, maka tidak ada kewajiban zakat untuk itu, karena keterangan hukum-hukum syari'at diberlakukan setelah adanya pengetahuan tentang ketetapan hukum tersebut. Harta yang wajib dizakatkan itu adalah dua setengah persennya jika perhiasan itu telah mencapai nishab, yaitu sembilan puluh dua gram pada perhiasan emas, maka jika perhiasan emas itu telah mencapai jumlah tersebut atau lebih maka mengeluarkan harta sebagai zakatnya sebesar dua setengah persennya setiap tahunnya, sedangkan nishab perak adalah enam ratus empat puluh empat gram atau senilai uang yang seharga perak sejumlah itu, zakat yang dikeluarkan adalah dua setengah persennya.

Adapun intan berlian dan batu-batuan lainnya yang dijadikan perhiasan, maka semua itu tidak ada kewajiban zakat, tapi jika digunakan untuk berniaga maka dikenakan kewajiban zakat sesuai dengan harga emas dan perak jika telah mencapai nishab. [Kitab Fatawa Ad-Da'wah, Syaikh Ibnu Baaz, 2/114]

BAGAIMANA MENGELUARKAN ZAKAT PERHIASAN EMAS YANG MENGANDUNG CAMPURAN SELAIN EMAS

Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz ditanya : Bagaimana cara mengeluarkan zakat perhiasan yang tidak terbuat dari emas murni, melainkan mengandung berbagai macam campuran permata dan batu-batu bernilai tinggi lainnya ? Apakah perhiasan ini dihitung secara keseluruhan, sebab untuk memisahkan kandungan emas dari batu-batuan lainnya adalah hal yang menyulitkan tentunya.?

Jawaban
Yang wajib dizakati adalah emasnya jika untuk digunakan, sedangkan batu-batu mulia, seperti permata, berlian dan lain-lainnya, semua ini tidak ada kewajiban untuk mengeluarkan zakat. Jika perhiasan itu terdiri dari berbagai macam unsur seperti yang ditanyakan, maka si pemilik hendaknya mencari tahu akan nilai emas yang bercampur dengan unsur-unsur lainnya, dengan bantuan suaminya, walinya atau dengan memperlihatkan kepada orang yang ahli dalam hal itu, jika sulit untuk diketahui secara pasti maka cukup dengan memperkirakannya, jika emas yang terkandung dalam perhiasan tersebt telah mencapai nishab, maka wajib bagi pemiliknya untuk berzakat dari emas itu. Nishab emas adalah sembilan puluh dua gram, emas yang harus dizakatkan adalah dua setengah persennya yang harus dikeluarkan setiap tahunnya. Demikian pendapat yang benar di antara beberapa pendapat para ulama. Dan jika perhiasan itu diperdagangkan, maka perhiasan itu dihitung secara keseluruhan, termasuk emas, intan, permata, dan lain-lainnya sebagaimana barang-barang dagangan lainnya yang diwajibkan untuk dikeluarkan zakatnya menurut pendapat mayoritas ulama. [Fatwa Al-Mar'ah, 2/42]

MENGELUARKAN ZAKAT PERHIASAN DALAM MATA REAL SAUDI

Oleh
Syaikh Abdullah bin Jibrin


Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Jibrin ditanya : Seorang wanita memiliki perhiasan emas yang telah mencapai nishabnya, bagaimana wanita ini menzakati emas perhiasannya itu dalam bentuk real Saudi dan berapa banyaknya .?

Jawaban
Hendaknya setiap tahun wanita itu bertanya kepada penjual emas atau lainnya (yang mengerti emas) untuk menanyakan kadarnya dan sebagainya. Jika Anda telah mengetahui harga emas per-gramnya pada saat ini, maka hendaknya Anda berxakat dengan real Saudi senilai harga emas saat itu, dan tidak perlu mengetahui modal dari harga emas itu saat membelinya, zakat emas dikeluarkan seharga saat tiba kewajiban untuk mengeluarkan zakat tersebut. [Ibid, 1/40]

[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq hal. 212- 215, penerjemah Amir Hamzah Fakhruddin]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=367&bagian=0
~>BERZAKAT KEPADA SAUDARA PEREMPUAN YANG FAKIR YANG TELAH MENIKAH

 
Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Jika seorang memiliki saudara perempuan yang telah menikah dan semuanya dalam keadan fakir, bolehkah saudari orang itu boleh menerima zakat dari saudara-saudaranya ?

Jawaban
Nafkah seorang wanita adalah kewajiban bagi suaminya, dan jika suami itu seorang yang fakir maka bagi saudara-saudara istrinya hendaklah memberi zakat kepada saudara perempuan mereka itu agar ia mendapat nafkah untuk dirinya sendiri dan untuk suaminya serta untuk anak-anaknya. Bahkan jika sang istri ini memiliki harta yang wajib dizakati, maka hendaknya mengeluarkan zakat hartanya itu kepada suaminya agar suaminya itu dapat memberi nafkah kepada orang-orang yang menjadi tanggungannya.

[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 8/157]


BERZAKAT KEPADA SAUDARANYA TANPA SEPENGETAHUAN SUAMINYA

Ole
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta


Pertanyaan
Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Ifta ditanya : Apakah boleh bagi seorang wanita untuk mengeluarkan shadaqah dari hartanya sendiri atas nama salah seorang saudaranya yang telah meninggal tanpa sepengetahuan suaminya, dan apakah hukumnya jika yang disedekahkan itu adalah harta suaminya .?

Jawaban
Boleh bagi seorang wanita untuk mensedekahkan hartanya sendiri untuk salah seorang saudaranya yang telah meninggal demi mencari keridhaan Allah Subhanahu wa Ta'ala dengan maksud agar pahala dan faedahnya kembali kepada mereka, karena ia berkuasa terhadap hartanya sendiri dan ia bebas untuk mengeluarkan hartanya itu selama masih dalam batasan-batasan yang telah disyari'atkan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Bersedekah adalah perbuatan baik yang mana pahalanya akan sampai kepada orang yang bersedekah atas namanya jika Allah menerimannya. Adapun jika wanita itu bersedekah dari harta suaminya dan suaminya tidak mencegah perbuatan itu, maka boleh bagi wanita itu untuk bersedekah tanpa sepengetahuan sang suami. Akan tetapi jika suaminya melarang hal tersebut maka tidak boleh bagi si istri untuk bersedekah tanpa sepengetahuan suami.[Majalah Al-Buhuts Al-Islamiyah, 8/157]


[Disalin dari buku Al-Fatawa Al-Jami'ah Lil Mar'atil Muslimah, edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Tentang Wanita 1, penyusun Amin bin Yahya Al-Wazan, terbitan Darul Haq, hal 220-221, penejemah Amir Hamzah Fakhruddin]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=388&bagian=0


~>BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG ?

Oleh
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah
Bagian Pertama dari Dua Tulisan 1/2





Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah ditanya : Apakah hukum menyerahkan uang senilai zakat fithri untuk dibelikan makanan dan diberikan kepada faqir miskin di negeri lain .?

Jawaban
Alahmdulillah wahdahu Ashalaatu was salama 'ala Rasulillah Nabiyina Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam wa 'ala alihi washahbihi wa ba'du.

Allah berfirman :
"Artinya : Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah" [Al-Hasyr : 7]

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.

"Artinya : Barangsiapa yang mengada-adakan perkara dalam urusan agama kami ini apa yang tidak ada dasar syari'atnya maka perbuatan tersebut tertolak" [Dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim]

Sesunguhnya ada sebagian orang pada zaman ini yang berusaha untuk merubah ibadah-ibadah dari ketentuan-ketentuan syar'i dan contohnya banyak. Misalnya zakat fithri, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah memerintahkan supaya zakat itu dikeluarkan dengan makanan di negeri si pembayar zakat pada akhir bulan Ramadhan dan diberikan kepada orang-orang miskin negeri itu. Dan sungguh telah ditemukan, ada orang yang berfatwa tentang bolehnya mengeluarkan uang sebagai ganti dari makanan, ada yang berfatwa tentang bolehnya menyerahkan uang untuk dibelikan makanan di negara lain yang jauh dari negeri orang yang berpuasa itu dan dibagikan disana. Ini adalah merubah ibadah dari ketentuan syar'i. Zakat fitrah itu punya (ketentuan) waktu pengeluarannya yaitu pada malam Idul Fitri atau dua hari sebelumnya menurut para ulama dan juga zakat fitrah itu punya (kententuan) tempat pembagiannya yaitu di negeri yang memenuhi satu bulan, tempat tinggalnya muslim tersebut dan zakat juga punya orang-orang yang berhak menerimanya yaitu orang-orang miskin di negeri si pembayar zakat dan zakat itu punya (ketentuan) jenis yaitu makanan. Maka kita harus terikat dengan ketentuan-ketentuan syar'i ini, jika tidak maka zakat itu menjadi ibadah yang tidak sah dan tidak bisa membebaskan diri dari kewajiban.

Imam yang empat telah sepakat atas wajibnya membagikan zakat fithri di negeri orang yang berpuasa selama ada orang yang berhak menerimanya disana dan mengenai hal itu telah dikeluarkan ketetapan oleh Ha'aitu Kibaril Ulama (Lembaga Ulama Besar) di Saudi Arabia. Maka wajiblah mengikutinya dan tidak usah memperdulikan orang-orang yang mengajak untuk menyelisihinya, karena seorang muslim harus memiliki semangat kuat untuk memenuhi kewajibannya agar tanggungannya terbebas, dan berhati-hati dalam agamanya. Seperti inilah dalam semua ibadah hendaklah dilaksanakan sesuai ketentuan, baik jenis, waktu ataupun pembagiannya, janganlah merubah satu jenis ibadah yang telah ditetapkan oleh Allah kepada jenis lain.


Pertanyaan
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdillah Hafizhahullah ditanya : Akhir-akhir ini banyak terjadi perdebatan diantara beberapa ulama negara lain seputar zakat fithri yang disyari'atkan, serta kemungkinan dikeluarkannya uang senilai zakat fithri. Bagaimana pendapat Syaikh .?

Jawaban
Yang diperintahkan dalam zakat fithri adalah menunaikannya dengan cara yang telah diperintahkan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, yaitu dengan mengeluarkan satu sha' makanan pokok penduduk negeri tersebut dan diberikan kepada orang-orang faqir pada waktunya. Adapun mengeluarkan uang senilai zakat fitrah, maka hal itu tidak sah karena menyelisihi perintah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dan menyelisihi apa yang pernah dilakukan oleh para sahabat, mereka tidak pernah mengeluarkan uang padahal mereka lebih tahu tentang sesuatu yang boleh dan sesuatu yang tidak boleh.

Ulama yang mengatakannya bolehnya mengeluarkan uang, mereka katakan hal itu berdasarkan ijtihad, Tetapi apabila ijtihad menyelisihi nash maka ijtihad itu tidak dianggap.

Pernah ada yang mengatakan kepada Imam Ahmad Rahimahullah : "Ada yang mengatakan bahwa Umar bin Abdul Aziz mengambil uang dalam zakat fitrah". Maka Imam Ahmad berkomentar : "Mereka meninggalkan hadits Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam sambil mengatakan "kata si Fulan". Padahal Ibnu Umar berkata :

"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma atau satu sha' gandhum"



[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman. Bonus Fatwa Ramadhan]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1147&bagian=0


~>BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG ?


Oleh
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah
Bagian Terakhir dari Dua Tulisan [2/2]


Pertanyaan
Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz Rahimahullah ditanya : Hukum mengeluarkan zakat fithri dalam bentuk uang karena orang yang memperbolehkan hal tersebut.

Jawaban
Tidaklah asing bagi seorang muslim manapun bahwa rukun Islam yang paling penting adalah persaksian (Syahadat) bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Allah dan Muhammad Shallallahu 'alaihi wa sallam adalah utusan Allah.

Konsekwensi syahadat La Ilaha Ilallah adalah tidak menyembah kecuali hanya kepada Allah saja, sedangkan konsekwensi syahadat Muhammad Rasulullah adalah tidak menyembah Allah kecuali dengan cara-cara yang telah disyari'atkan oleh Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam. Zakat fithri adalah ibadah menurut ijma kaum muslimin, dan semua ibadah pada dasarnya tauqifi (mengikuti dalil atau petunjuk). Maka tidak boleh lagi seorang hamba untuk beribadah kepada Allah dengan satu ibadahpun kecuali dengan cara yang diambil dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Rasul yang telah Allah firmankan tentangnya.

"Artinya : Dan tiadalah yang diucapkannya itu (al-Qur'an) menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya) " [An-Najm : 3-4]

Beliau Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Barangsiapa membuat cara yang baru dalam perkara agama ini apa yang tidak termasuk agama ini maka hal itu tertolak".

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mensyari'atkan zakat fithri dengan hadits yang shahih : Satu sha' makanan atau anggur kering atau keju. Imam Bukhari dan Imam Muslim telah meriwayatkan dari Abdullah bin Umar Radhiallahu 'anhu, dia berkata :

"Artinya : Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam telah mewajibkan zakat fithri dengan satu sha' kurma, atau gandum atas setiap orang muslimin yang merdeka ataupun budak baik laki mupun perempuan kecil ataupun besar"
Dan Rasulullah Shallallahu 'alihi wa sallam memerintahkan supaya zakat itu dilaksanakan sebelum orang keluar untuk melakasanakan shalat Idul Fitri.

Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Abu Said al-Khudri Radhiallahu 'anhu, dia berkata.

"Artinya : Kami memberikan zakat fitrah itu pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dengan satu sha makanan, atau satu sha' kurma atau gandum atau anggur kering" dalam satu riwayat "satu sha' keju"

Inilah sunnah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam dalam zakat fithri. Dan sudah diketahui bersama bahwa pensyari'atan dan pengeluaran zakat ini ditetapkan, di tengah kaum muslimin terutama penduduk Madinah sudah ada Dinar dan Dirham, dua mata uang yang utama kala itu namun Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tidak menyebutkan keduanya dalam zakat fithri. Kalau seandainya salah satu dari keduanya boleh dipakai dalam zakat fithri tentu hal itu sudah dijelaskan oleh Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, karena tidak boleh menunda-nunda keterangan pada saat dibutuhkan. Dan kalaulah hal itu pernah dikerjakan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam tentu telah dikerjakan oleh para sahabat Radhiallahu 'anhum. Kami belum pernah mengetahui ada seorang sahabat Nabi-pun yang menyerahkan uang dalam zakat fithri padahal mereka adalah orang-orang yang paling paham terhadap sunnah Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan mereka orang-orang yang paling keras keinginannya dalam melaksanakan sunnah tersebut. Dan jika mereka pernah melakukannya, tentu hal itu sudah di nukil periwayatannya sebagaimana perkataan serta perbuatan mereka lainnya yang berkaitan dengan perkara-perkara syar'i juga telah dinukil periwayatannya. Allah berfirman.

"Artinya : Sungguh terdapat contoh yang baik buat kalian pada diri Rasulullah" [Al-Ahzab : 21]

Dan firman-Nya.

"Artinya : Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) di antara orang-orang muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah, dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya ; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah kemenangan yang besar" [At-Taubah : 100]

Dari penjelasan kami ini akan menjadi jelas bagi pencari kebenaran, bahwa menyerahkan uang dalam zakat fithri tidak boleh dan tidak sah bagi si pengeluar zakat karena hal tersebut menyelisihi dalil-dalil syar'i yang telah disebutkan.

Saya memohon kepada Allah agar Dia memberikan taufiq kepada kami dan semua kaum muslimin untuk faham terhadap agama dan istiqamah berada di atasnya serta menjauhi semua yang menyelisihi syariat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Dermawan dan Mulia.

Washallahu ' Ala Nabiyina Muhammadin wa'ala alihi wa shahbihi.


BOLEHKAH MENGELUARKAN ZAKAT FITHRI DENGAN UANG ?


Oleh
Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman bin Jibrin Hafizhahullah





Pertanyaan
Syaikh Abdullah bin Abdul Rahman bin Jibrin Hafizhahullah ditanya : "Bolehkah menyerahkan uang dalam zakat fithri, karena terkadang uang tersebut lebih bermanfaat bagi orang-orang yang miskin?"

Jawaban
Diriwayatkan dari Abu Hanifah bahwasanya boleh mengeluarkan uang. Dan yang benar adalah tidak boleh, yang dikeluarkan harus makanan. Uang pada zaman Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam sudah ada, namun belum ada yang meriwayatkan bahwa beliau menyuruh para sahabat untuk mengerluarkan uang



[Demikian beberapa nukilan fatwa Ulama yang kami ketengahkan dengan terjemahan bebas. fatwa-fatwa ini kami nukilkan dari Fatawa Ramadhan halaman 918 - 927]


Catatan : Satu Sha' sama dengan kira-kira 2.5 kg


[Disalin dari Majalah As-Sunnah Edisi 09/Tahun V/1422H/2001M halaman. Bonus Fatwa Ramadhan]



Sumber : http://almanhaj.or.id/index.php?action=more&article_id=1148&bagian=0

No comments:

Post a Comment