Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-'Utsaimin -Semoga Allah
meninggikan derajatnya di antara orang-orang yang mendapat petunjuk- ditanya :
"Tentang Iman kepada Qadha' dan Qadar?"
Jawaban
Iman kepada Qadar adalah salah satu dari enam rukun
iman yang telah dijelaskan Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kepada
malaikat Jibril ketika bertanya tentang iman. Iman kepada Qadar adalah masalah
yang sangat penting. Banyak orang yang telah memperdebatkan tentang Qadar sejak
zaman dahulu, sampai hari inipun mereka masih memperdebatkan. Akan tetapi
kebenaran masalah tersebut, walillah al-Ham, sangat jelas dan tidak
perlu diperdebatkan lagi. Kemudian yang dimaksud dengan iman kepada Qadar
adalah kita mempercayai (sepenuhnya) bahwa Allah telah menetapkan segala
sesuatu, sebagaimana firman-Nya.
"Artinya : Dia (Allah) telah
menciptakan segala sesuatu dan sunggung telah menetapkannya" [Al-Furqaan :
2]
Kemudian ketetapan yang telah ditetapkan Allah selalu
sesuai dengan kebijakan-Nya dan tujuan mulia yang mengikutinya serta berbagai
akibat yang bermanfaat bagi hamba-Nya, baik untuk kehidupan (dunia) maupun
akhiratnya.
Iman kepada Qadar berkisar empat tingkat
keimanan.
[1]. Ilmu (Allah), yakni mempercayai dengan
sepenuhnya bahwa ilmu Allah Subhanahu wa Ta'ala meliputi segala sesuatu, baik di
masa lalu, sekarang maupun yang akan datang, baik yang berhubungan dengan
perbuatan-Nya maupun perbuatan hamba-Nya. Dia (Allah) meliputi semuanya, baik
secara global maupun rinci dengan ilmu-Nya yang menjadi salah satu sifat-Nya
sejak azali dan selamanya (tak ada akhirnya). Dalil-dalil tentang tingkatan ini
banyak sekali. Allah telah berfirman :
"Artinya : Sesungguhnya Allah
tidak ada rahasia lagi bagi-Nya segala sesuatu yang ada di bumi dan di langit"
[ Ali-Imran : 5]
Dia juga berfirman.
"Artinya : Bagi-Nya kunci-kunci
segala sesuatu yang gaib yang tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia. Dia
mengetahui apa yang di darat dan di laut dan tidak ada sehelai daunpun yang
gugur kecuali Dia mengetahui-Nya dan tidak ada satu benihpun di kegelapan bumi
dan tak ada sesuatupun yang kering dan basah kecuali ada di dalam kitab yang
jelas" [Al-An'am : 59]
Dia juga berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Aku
telah menciptakan manusia dan Aku mengetahui apa yang dibbisikkan hatinya"
[Qaf : 16]
Dia juga berfirman.
''Artinya : Allah mengetahui
segala sesuatu" [Al-Baqarah : 283]
Dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang menunjukkan
pengetahuan Allah pada segala sesuatu, baik secara global maupun rinci. Dalam
tingkatan ini barangsiapa yang mengingkari Qadar maka dia kafir, karena dia
mendustakan Allah dan Rasul-Nya serta ijma' kaum muslimin dan meremehkan
kesempurnaan Allah. Karena kebalikan ilmu adalah mungkin bodoh atau alpa dan
keduanya berupa aib (cacat). Allah terlah berfirman tentang Nabi Musa ketika dia
ditanya oleh Fir'aun.
"Artinya : Maka apa saja yang
telah terjadi di abad-abad terdahulu, dia (Musa) menjawab : Pengetahuan tentang
itu di sisi Rabb-ku di dalam kitab yang Rabb-ku tidak akan salah dan alpa ( di
dalamnya)" [Thaha : 51-51]
Maka Allah tidak akan bodoh terhadap sesuatu yang
akan datang dan tidak akan melupakan sesuatu yang telah lewat.
[2]. Beriman kepada Allah telah menulis ketetapan
segala sesuatu sampai terjadi hari Qiyamat, karena ketika Dia menciptakan
Qalam, Dia berfirman kepadanya : "Tulislah", kemudian dia
(Qalam) berkata : "Hai Tuhanku, apa yang aku
tulis?"
Dia berfirman : "Tulislah (dalam hadits yang
lain. "Tulislah taqdir segala sesuatu hingga hari kiamat") semuanya yang
terjadi", kemduian dia (Qalam) seketika berjalan menulis segala sesuatu
yang terjadi sampai hari Qiyamat. Maka Allah telah menulis di Lauh Mahfudz
ketetapan segala sesuatu.
Tingkatan ini telah ditunjukkan oleh firman
Allah.
"Artinya : Apakah kamu tidak
tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi.
Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi
Allah" [Al-Hajj : 70]
Allah juga berfirman. "Sesungguhnya itu semua
berada dalam kitab", artinya telah tertulis dalam kitab (Lauh
Mahfudz). (Sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah). Kemudian
penulisan tersebut terkadang bersifat rinci. Maka janin yang ada di perut ibunya
bila melewati umur empat bulan, maka Allah mengutus malaikat kepadanya dan
mengutusnya membawa empat kalimat, yaitu menulis rizki, ajal, perbuatan, celaka
atau bahagia, sebagaimana tertuang dalam hadits shahih Abdullah bin Mas'ud
Radhiyallahu 'anhu dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan di tulis juga di
dalam Qadar apa saja yang terjadi dalam tahun itu.
Sebagaimana Allah berfirman.
"Artinya : Sesungguhnya Aku
telah menurunkan pada malam yang berkah, sesungguhnya Aku memberi peringatan di
dalamnya tentang perbedaan sesuatu yang mengandung hikmah, sebagai perintah
dari-Ku, sesungguhnya Aku Rabb Yang Mengutus" [Ad-Dukhan : 3-5]
[3]. Beriman bahwa segala sesuatu yang ada di alam
ini disebabkan kehendak Allah. Segala sesuatu yang ada di alam ini terjadi
karena kehendak Allah, baik yang dilakukan oleh-Nya maupun oleh mahkhluk.
Allah telah berfirman.
"Artinya : Dia (Allah)
melakukan apa yang Dia kehendaki" [Ibrahim : 7]
Allah juga berfirman.
"Artinya : Kalau Dia (Allah)
menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya" [Al-An'am :
149]
Dia juga berfirman
"Artinya : Kalau Rabb-mu
menghendaki maka Dia menjadikan umat manusia menjadi umat yang satu" [Hud :
118]
Dia juga berfirman.
"Artinya : Bila Dia (Allah)
menghendaki maka Dia memusnahkanmu dan mengadakan penciptaan yang baru"
[Fathir : 16]
Dan masih banyak lagi ayat yang menunjukkan bahwa
perbuatan-Nya terjadi karena kehendak-Nya. Begitu juga segala perbuatan makhluk
terjadi dengan kehendak-Nya, sebagaimana firman Allah.
"Artinya : Kalau Allah
menghendaki, maka tidak terjadi saling bunuh di antara orang-orang setelah
mereka datang penjelasan kepada mereka, akan tetapi mereka berselisih ; sebagian
mereka beriman dan sebagian kafir. Dan apabila Allah menghendaki maka mereka
tidak saling membunuh, akan tetapi Allah melakukan apa saja yang Dia kehendaki"
[Al-Baqarah : 53]
Ini adalah nash (teks Al-Qur'an)
yang sangat jelas bahwa semua perbuatan hamba telah dikehendaki Allah dan
apabila Allah tidak menghendaki mereka untuk melakukannya maka mereka tidak
akan melakukan.
[4] Beriman bahwa Allah adalah Pencipta segala
sesuatu, Maka Allah adalah Maha Pencipta dan selain-Nya Dia adalah makhluk.
Segala sesuatu, Allah-lah penciptanya dan semua makhluk adalah ciptaan-Nya. Jika
segala perbuatan manusia dan ucapannya termasuk sifatnya, sedangkan manusia itu
makhluk, maka sifat-sifatnya juga makhluk Allah. Hal itu ditunjukkan oleh firman
Allah.
"Artinya : Allah menciptakan
kamu dan apa yang kamu perbuat" [As-Safat : 96]
Dengan demikian, Allah telah menetapkan penciptaan
manusia dan perbuatannya. Allah juga berfirman : "Wa ma ta'malun" (dan
apa saja yang kamu perbuat). Para ulama berselisih pendapat tentang kata
"ma" (apa saja), apakah dia berupa "ma masdhariyah" (sehingga
tidak bermakna) atau "ma maushulah" (sehingga bermakna apa saja).
Berdasarkan dua perkiraan di atas ( ma mashdariyah atau ma
maushulah), maka ayat tersebut tetap menunjukkan bahwa perbuatan manusia
adalah ciptaan Allah. inilah keempat tingkatan keimanan kepada Qadar yang harus
diimani, tidak sempurna keimanan seseorang terhadap Qadar kecuali dengan
mengimani keempat-empatnya.
Kemudian ketahuilah bahwa iman kepada Qadar tidak
berarti menghilangkan pelaksanaan sebab, bahkan melaksanakan berbagai sebab
merupakan perintah Syari'ah. Hal itu dapat tercapai karena Qadar, karena bebagai
sebab akan melahirkan musabab (akibat). Oleh karena itu, Amirul
Mu'minin, Umar bin Khaththab, ketika pergi menuju Syam, di tengah perjalan dia
mengetahui bahwa telah menyebar wabah penyakit di sana. Kemudian para sahabat
bermusyawarah ; apakah perjalanan ini diteruskan atau kembali pulang ke Madinah
? Maka terjadilah perselisihan pendapat di antara mereka dan kemudian beliau
memutuskan untuk kembali ke Madinah. Ketika beliau (Umar) sudah mantap pada
pendapat tersebut, maka datanglah Abu Ubaidah Amir bin Al-Jarah sembari berkata
: Hai Amirul Mu'minin, mengapa anda kembali ke Madinah dan lari dari Qadar Allah
?" Umar menjawab : " Kami lari dari Qadar Allah menuju Qadar Allah". Kemudian
setelah itu datang Abdurrahman bin Auf (dia sebelumnya tidak ada di situ untuk
memenui kebutuhannya), kemudian dia menceritakan bahwa Nabi pernah bersabda
tentang wabah penyakit.
"Artinya : Bila kamu sekalian
mendengar terjadinya wabah penyakit di bumi tertentu, maka janganlah kamu
mendatanginya".
Kesmipulan perkataan Umar "lari dari Qadar Allah
menuju Qadar Allah" itu merupakan dalil bahwa melaksanakan sebab juga termasuk
Qadar Allah. Kita tahu bahwa apabila seseorang mengatakan " saya beriman kepada
Qadar Allah dan Allah akan memberiku seorang anak dengan tanpa istri", maka
orang tersebut dapat dikatakan gila. Begitu juga bila dia mengatakan "saya
beriman kepada Qadar Allah dan saya tidak akan berupaya mencari rizki dan tidak
melaksanakan sebab-sebab mendapatkan rizki", maka dia adalah dungu. Maka iman
kepada Qadar tidak berarti menghilangkan sebab-sebab syar'iyah atau ikhtiar yang
benar. Adapun sebab-sebab yang berupa prasangka yang dianggap palakunya sebagai
sebab padahal bukan, maka hal itu di luar perhitungan dan tidak perlu
diperhatikan.
Kemudian ketahuilah bahwa adanya kesulitan dalam
mengimani Qadar (padahal sebenarnya tidak sulit), yaitu pertanyaan seseorang :
"Apabila perbuatanku dari Qadar Allah, maka bagaimana saya harus menanggung
akibatnya sementara semua itu dari Qadar Allah ?"
Jawabannya.
Hendaknya dikatakan kepadanya kamu tidak bisa
beralasan malakukan ma'siyat dengan Qadar Allah, Karena Allah tidak
memaksamu untuk melakukannya dan ketika kamu dihadapkan kepadanya (ma'siyah)
kamu tidak tahu bahwa hal itu ditakdirkan untukmu. Karena manusia tidak
mengetahui apa yang ditakdirkan kepadanya kecuali setelah terjadi. Karena itu,
kenapa kamu tidak memperkirakan sebelum berbuat bahwa Allah telah mentakdirkan
ketaatan kepadamu, sehingga kamu melaksanakannya .? Begitu juga dalam hal
duniawi, kamu melakukan sesuatu yang kamu anggap ada kebaikannya dan menghindari
yang kamu anggap berbahaya. Maka mengapa kamu tidak bersikap demikian dalam
urusan akhirat ? Saya tidak yakin jika ada seseorang yang sengaja menempuh jalan
yang sulit lalu dia berkata : "Ini telah ditakdirkan untukku, bahkan tentunya
dia akan menempuh jalan yang paling aman dan mudah. Tidak ada perbedaan antara
hal ini dengan perkataan yang diarahkan kepadamu bahwa Jannah mempunyai jalan
dan Neraka juga mempunyai jalan. Maka apabila kamu menempuh jalan menuju Neraka,
maka kamu bagaikan orang yang menempuh jalan yang mengkhawatirkan dan
mengerikan. Maka mengapa kamu merelakan dirimu menempuh jalan menuju Neraka
Jahim dan meninggalkan jalan menuju Jannah Na'im ? Kalau saja manusia boleh
beralasan dengan Qadar tatkala melakukan ma'siyat, maka tentunya tidak ada
gunanya diutusnya para rasul.
Allah terlah berfirman.
"Artinya : Aku telah mengutus
para rasul yang memberi berita gembira dan memberi peringatan agar manusia tidak
mempunyai alasan kepada Allah setelah para rasul" [An-Nisa' :
165]
Ketahuilah bahwa iman kepada Qadar memiliki buah yang
agung bagi perjalanan manusia dan hatinya, karena apabila kamu beriman bahwa
segala sesuatu terjadi karena Qadha' dan Qadar Allah, maka ketika dalam
kelapangan kamu akan bersyukur kepada Allah dan tidak membanggakan diri dan
tidak melihat bahwa semua itu hasil kemampuan dan keutamaan, akan tetapi
sebaliknya kamu meyakini bahwa ini hanya sebab dan bila kamu telah berhasil
melaksanakan sebab yang menjadikan kamu mendapatkan kelapangan dan meyakini
bahwa karunia tetap di tangan Allah, maka kamu akan bertambah syukur dan hal ini
akan mendorong kamu untuk melaksanakan ketaatan kepada Allah sesuai dengan
perintah-Nya, dan kamu tidak akan melihat kelebihan pada dirimu di atas Rabb-mu
bahkan sebaliknya kamu melihat anugrah Allah kepadamu. Allah telah
berfirman.
"Artinya : Mereka memberi
anugrah keadamu dengan masuk Islam mereka, katakanlah : kamu tidak memberi
anugerah kepadaku dengan masuk Islammu akan tetapi Allah-lah yang telah memberi
anugrah kepadamu untuk menunjukkan kepadamu pada iman, bila kamu benar" [
Al-Hujurat : 17]
Begitu pula manakala kamu tertimpa kesusahan
(musibah), maka kamu tetap percaya kepada Allah, menerima dan tidak terlalu
menyesal karenanya bahkan tidak diliputi kegundahan (yang berat). Bukankah anda
tahu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda.
"Artinya : Seorang mu'min yang
kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada seorang mu'min yang lemah,
dalam segala kebaikan bersemangatlah (untuk mencapai) apa yang bermanfaat
bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, jangan merasa lemah, apabila kamu
tertimpa suatu (musibah) maka janganlah berkata ; Kalau saja aku melakukan
begini maka hasilnya pasti begini, karena kata "kalau" akan membukakan perbuatan
syetan".
Maka dengan demikian beriman kepada Qadar mengandung
kedamaian jiwa dan hati dan hilangnya kegundahan karena kegagalan, serta
hilangnya kekhawatiran untuk menghadapi masa depan. Allah berfirman.
"Artinya : Tidak ada musibah
yang menimpa di bumi dan di dalam dirimu sendiri kecuali telah ada dalam kitab
sebelum Aku membebaskannya, sesungguhnya semua itu sangat mudah bagi Allah, agar
supaya kamu tidak bersedih atas kegagalanmu dan tidak terlalu bergembira atas
apa (nikmat) yang diberikan kepadamu" [Al-Hadid : 22-23]
Orang yang tidak percaya kepada Qadar sudah pasti
mengamali kegoncangan ketika tertimpa musibah dan akan bersedih dan syetanpun
kana membuka pintu untuknya dan dia akan merasa terlalu bersuka ria dan terlena
ketika mendapat kegembiraan. Akan tetapi iman kepada Qadar akan mampu mencegah
itu semua.
No comments:
Post a Comment