Oleh
Syaikh Muhammad
bin Jamil Zainu
Kesalahan Pertama
Penisbatan isteri kepada
suaminya, seperti : Suha Arafat, nisbat kepada suaminya. Ini merupakan suatu
kesalahan, berdasarkan firman Allah subhanahu wa Ta’ala.
ادْعُوهُمْ
لِآبَائِهِمْ هُوَ أَقْسَطُ عِندَ اللَّهِ
“Panggilah mereka (anak-anak
angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak mereka, itulah yang lebih adil
pada sisi Allah “[al-Ahzab : 5]
Yang benar ialah Suha bintu Fulan (nisbat
kepada bapaknya)
Kesalahan Kedua
Penyebutan sesuatu tidak menggunakan
nama yang sebenarnya menurut syar’i. seperti penyebutan riba bank diganti dengan
faidah bank, khamr telah diberi nama dengan nama dan atau label yang banyak dan
bermacam-macam, hingga ada yang menamainya minuman untuk membangkitkan semangat
dan sebagainya, zina diganti dengan hubungan sex dan sebagainya.
Yang
benar, seharusnya kita menyebut hal-hal tersebut berdasarkan apa yang telah
Allah Subhanahu wa Ta’ala namakan. Karena dalam penamaan (yang Allah berikan
tersebut) terdapat banyak faidah. Di antaranya, agar manusia mengetahui apa-apa
yang telah diharamkan Allah, baik nama ataupun sifatnya. Sehingga mereka
menjauhinya, setelah mengetahui bahaya dan ancaman siksa (bagi yang melanggar).
Dan tidak timbul kesan meremehkan pada jiwa kita mengenai keharaman tersebut
setelah namanya diganti.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا
إِن كُنتُم مُّؤْمِنِينَ فَإِن لَّمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِّنَ اللَّهِ
وَرَسُولِهِ ۖ وَإِن تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ
وَلَا تُظْلَمُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada
Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang
beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba) maka
ketahuilah, bahwa Allah dan Rasulnya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat
(dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu ; kamu tidak menganiaya dan
tidak (pula) dianiaya” [al-Baqarah : 278-279]
Allah Subhanahu wa Ta’ala
juga berfirman.
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ
وَالْمَيْسِرُ وَالْأَنصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِّنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ إِنَّمَا يُرِيدُ الشَّيْطَانُ أَن يُوقِعَ
بَيْنَكُمُ الْعَدَاوَةَ وَالْبَغْضَاءَ فِي الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ وَيَصُدَّكُمْ
عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَعَنِ الصَّلَاةِ ۖ فَهَلْ أَنتُم مُّنتَهُونَ
“Hai
orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamr, berjudi, (berkorban
untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk
perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat
keberuntungan. Sesungguhnya syaitan itu bermaksud hendak menimbulkan permusuhan
dan kebencian diantara kamu dengan sebab (meminum) khamr dan berjudi itu, dan
menghalangi kamu dari mengingat Allah dan shalat, maka berhentilah kamu (dari
mengerjakan pekerjaan itu)” [al-Maidah : 90-91]
Kemudian
firman-Nya.
وَلَا تَقْرَبُوا الزِّنَا ۖ إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ
سَبِيلًا
“Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah
suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk” [al-Isra :
32]
Kesalahan Ketiga
Penyebutan kata Al-Karm untuk anggur. Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah melarang menyebut anggur dengan kata
Al-Karm. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda.
“Janganlah kalian
namakan Al-Karm, tapi namakanlah al’inab dan al-hablah” [HR Muslim]
Kata
Al-Inab dan Al-Hablah memiliki makna yang sama, yakni anggur. Beliau Shallallahu
alaiahi wa salam juga bersabda.
“Mereka menyebut Al-Karm, sesungguhnya
Al-Karm adalah hati seorang mu’min” [HR Al-Bukhari]
Beliau melarang hal
ini disebabkan lafadz Al-Karm menunjukkan akan melimpahnya kebaikan dan manfaat
pada sesuatu. Dan hati seorang mukmin lebih berhak untuk itu.
Kesalahan
Keempat.
Berkun-yah dengan kun-yah Abul Hakam. Karena Al-Hakim adalah Allah.
Maka, tidak boleh berkun-yah dengan kun-yah tersebut. Yang benar, kita
berkun-yah dengan kun-yah yang disunnahkan, seperti Abu Abdillah, Abu
Abdirrahman, Abu Abdil Hakam. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda.
“Sesungguhnya nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah
dan Abdurrahman” [HR Muslim]
Dalam hadits Al-Miqdam bin Syuraih bin Hani,
ketika ia (yakni Hani) bersama kaumnya datang kepada Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam, beliau mendengar mereka memberi kun-yah Abul Hakam kepadanya.
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memanggilnya, beliau
berkata.
“Sesungguhnya Allah adalah Al-Hakam dan kepadaNyalah hukum
kembali, maka mengapakah engkau berkun-yah dengan Abul Hakam? Ia (Hani) berkata,
“Sesungguhnya jika kaumku berselisih, mereka mendatangiku lalu kuputuskan hukum
diantara mereka hingga kedua belah pihak ridha atas keputusanku”. Beliau
berkata, “Alangkah baiknya perbuatanmu, apakah engkau memiliki anak?” Ia
menjawab, “Aku memiliki Syuraih, Abdullah dan Muslim. Beliau bertanya lagi,
“Siapakah yang paling besar diantara mereka?” Ia menjawab, “Syuraih”. Beliau
berkata, “Kalau begitu, engkau Abu Syuraih” [HR An-Nasa’i]
Kesalahan
Kelima
Memberi nama dengan nama yang mengandung unsur tazkiyah (penyucian
diri), seperti : Barrah (orang yang banyak berbakti), Khalifatullah (Khalifah
Allah), Wakilullah (Wakil Allah), dan sebagainya.
Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam melarang memberi nama Barrah. Beliau
bersabda.
“Janganlah kalian mengatakan diri kalian suci, karena Allah
lebih tahu siapa yang baik diantara kalian” [HR Muslim]
Yang benar, ialah
memberi nama dengan nama-nama yang disyariatkan, seperti : Zainab, Asma,
Abdullah, Abdurrahman. Ataupun nama para nabi, seperti ; Yusuf, Ibrahim dan
sebagainya.
Yusuf bin Abdillah bin Salam Radhiyallahu ‘anhu
mengisahkan
“Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menghadiahkan nama Yusuf
untukku. Beliau meletakkanku di pangkuannya dan beliau mengusap kepalaku” [HR
Al-Bukhari dalam Al-Adabul Mufrad, hal. 248]
Juwairiyah bintu Al-Harits
Al-Khuza’iyyah, dahulu bernama Barrah. Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam merubah namanya menjadi Juwairiyah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh
Imam Muslim dalam Shahih-nya.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda dalam haditsnya yang lain, berkaitan dengan nama
tazkiyah.
“Janganlah engkau namakan putramu dengan Rabah, Yasar, Aflah
dan Nafi’” [HR Muslim]
Demikian juga dengan nama Kalifatullah ataupun
Wakilullah. Arti kata al-wakil adalah seseorang yang bertindak mewakili pihak
yang mewakilkan. Sedangkan Allah tidak ada wakil bagi-Nya, dan tidak ada yang
bisa menggantikanNya. Bahkan Dialah yang memelihara hamba-Nya, Nabi Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda.
“Ya Allah, Engkau adalah teman dalam
perjalanan dan pemelihara keluarga (yang kami tinggal)” [HR Muslim]
Nabi
juga melarang kita menamakan diri dengan sebutan Malikul Amlak (Raja Diraja).
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa salam bersabda.
“Nama yang paling hina
disisi Allah pada hari Kiamat adalah seseorang yang menamakan diri dengan
sebutan Malikul Amlak (Raja Diraja)” [HR Al-Bukhari]
Kesalahan
Keenam
Memberi nama dengan nama yang buruk, seperti ; Harb (perang), Sha’b
(sulit, susah), Hazan (kesedihan), Ushaiyyah (maksiat), Aashiyah (wanita yang
bermaksiat), Murrah (pahit) dan yang semisal dengan itu.
Yang benar,
memberi nama dengan nama yang baik, seperti : Hasan, Husain, dan yang
semisalnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat menyukai nama
yang baik. Beliau bertafaul (berharap kebaikan) dengan nama tersebut.
Barangsiapa mau mendalami hadits-hadits Nabi, niscaya dia akan mendapati
makna-makna nama yang berkaitan dengan sunnah. Seakan-akan nama-nama itu diambil
dari sunnah-sunnah itu.
Cobalah renungi sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
salam berikut.
“Ghafar adalah orang yang Allah ampuni dan Aslam adalah
yang Allah selamatkan, sedangkan Ushaiyyah dialah yang bermaksiat kepada Allah
dan Rasul-Nya” [HR Al-Bukhari]
Jika anda ingin mengetahui, adakah
pengaruh nama bagi pemiliknya? Maka perhatikanlah kisah Said bin Al-Musayyib
berikut ini.
“Dari Ibnu Al-Musayyib, dari bapaknya, sesungguhnya bapaknya
(yakni kakek Ibnu Al-Musayyib) datang menemui Nabi Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau bertanya : “Siapakah namamu?”. Ia menjawab, “Hazn”. Beliau
berkata, “Engkau adalah Sahl”. Ia berkata. “Aku tidak akan merubah nama
pemberian bapakku”. Ibnul Musayyib berkata : “Sejak itu kesusahan senantiasa
meliputi kami” [HR Al-Bukhari]
Makna kata al-Huzunah (dalam hadits
diatas, -red) adalah Al-Ghilzah (kekerasan, kesusahan) Dapat pula bearti tanah
yang keras atau tanah datar.
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma,
sesungguhnya Nabi merubah nama ‘Aashiyah. Beliau berkata, “Kamu
Jamilah”.
Ketika Al-Hasan lahir, Ali menamainya Harb. Kemudian Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam datang seraya berkata : “Perlihatkan kepadaku
cucuku. Siapa nama yang kalian berikan pada cucuku?” Ali berkata, “Harb”. Beliau
berkata, “Bahkan namanya adalah Hasan”[HR Ahmad]
Kesalahan
Ketujuh
Sebagian orang memberikan julukan attatharruf fid din (sikap
berlebih-lebihan dalam agama) kepada mereka yang memegang agama secara
mutasyadid (ekstrim)
Yang benar kita sebut ghuluw fid dien
(berlebih-lebihan dalam agama). Penyebutan ini pun diberikan, jika memang orang
tersebut telah benar-benar keluar dari agama karena sikap ghuluwnya
tadi
Ahli hadits mengatakan istilah attatharruf fid dien ini muncul pada
awal-awal abad ke lima belas hijriah. Ketika itu terjadi taubat massal para
pemuda muslim. Mereka berbondong-bondong kembali kepada Allah., ber-iltizam
(konsisten) kepada hukum-hukum dan adab-adab Islam, serta mendakwahkannya.
Sebelumnya, kondisi orang semacam ini (yang ber-iltizam kepada Islam), justru
dikatakan sebagai golongan terbelakang, ta’ashub, jumud dan ejekan-ejekan
lainnya. Maka ketahuilah, sesungguhnya agama Allah berada di pertengahan antara
sikap ghuluw (berlebih-lebihan) dan sikap meremehkan.
Para ulama Islam
pada setiap masa pun senantiasa melarang sikap ghuluw dalam agama, disamping
mereka juga selalu mengajak kepada taubat.
Adapun zaman sekarang,
timbangan norma telah banyak diputar-balikkan. Hingga orang yang bertaubat dan
kembali kepada Allah (yang nota bene hal ini merupakan sesuatu yang diwajibkan
oleh syari’at) justru disingkirkan, dengan alasan sikap berlebihan tadi.
Maksudnya, agar orang-orang menjauhi mereka dan untuk melumpuhkan dakwah
ilallah. Ini jelas pemikiran jahat Yahudi. Semoga Allah membinasakan
mereka.
Namun sangat aneh dan mengherankan. Kaum muslimin menerima begitu
saja pemikiran tadi. Tidakkah mereka berpikir dan menolaknya?
Kesalahan
Kedelapan
Sebagian suami memanggil isterinya dengan sebutan Ummul Mu’minin.
Ini jelas haram. Karena konsekwensinya panggilan tersebut ialah sang suami
haruslah seorang Nabi dan isteri-isterinya adalah Ummahatul Mu’minin. Suatu
kesalahan yang bisa mengakibatkan kepada kekufuran. Karena kita harus meyakini,
bahwa tidak ada nabi setelah Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam
Ada
juga suami yang memanggil isterinya dengan panggilan madam, suatu panggilan ala
Perancis yang terlarang. Karena mengandung unsur tasyabbuh (meniru-niru) kaum
kuffar.
Yang benar ialah memanggil isteri dengan nama kun-yahnya seperti
Ummu Abdillah, Ummu Fulan, atau dapat juga dengan panggilan zaujati (isteriku)
atau ahli (keluargaku).
Wallahul hadi ila ar-rasyad.
[Disalin dari
Majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun VI/1423H/2003M. Penerbit Yayasan Lajnah
Istiqomah Surakarta, Almat Jl. Solo – Purwodadi Km. 8 Selokaton Gondangrejo Solo
57183. telp. 0271-5891016]
No comments:
Post a Comment